Ceramah Mualaf Pendeta MatiusCeramah Mualaf Pendeta Matius

Search Result Videos Ceramah-Sunda-Pendeta-Masuk-Islam. Description: TOLONG SEBARKAN AGAR SEMUA oRANG MENGETAHUI trim MANTAN MISIONARIS full seorang pendeta yang bernama Matius (sekarang Ust. Ceramah Islam Kesaksian Mantan Pendeta Masuk Islam Mualaf Syamsul Arifin Nababan.

Kisah tentang mualaf bernama lengkap Steven Indra Wibowo ini sudah pernah ditampilkan panjang lebar di pada tahun 2009 yang lalu. Harian yang sama memuat liputan baru tentang sosok yang sama juga pada. Di beberapa media online Islami lainnya belakangan ini juga muncul versi supersingkat tentang mualafnya Steven Indra Wibowo ini, dengan judul sensasional sebagai orang yang pernah memurtadkan 126 orang Muslim di Jakarta. Tidak dijelaskan kapan itu terjadi, namun disini nanti kita akan lihat bahwa “prestasi” memurtadkan 126 orang Muslim itu omong kosong belaka. Siapakah Steven Indra Wibowo? Kita lihat apa kata Republika tentang mualaf kelahiran Jakarta, 14 Juli 1981 ini: “Sebelum memutuskan memeluk Islam, Indra adalah seorang penganut Katolik yang taat. Drivers For Audio 8 Dj Traktor on this page.

Ayahnya adalah salah seorang aktivis di GKI (Gereja Kristen Indonesia) dan Gereja Bethel. Di kalangan para aktivis GKI dan Gereja Bethel, ayahnya bertugas sebagai pencari dana di luar negeri bagi pembangunan gereja-gereja di Indonesia.” Ada yang agak aneh dalam deskripsi di atas: Steven Indra Wibowo disebut sebagai seorang penganut Katolik yang taat, tapi ayahnya seorang aktivis Protestan, bahkan dari sumber media online lainnya disebutkan bahwa Steven Indra Wibowo adalah anak seorang petinggi PGI, organisasi para pendeta Protestan (kalau Katolik, organisasinya adalah KWI, yang kepengurusannya beranggotakan para Pastor maupun umat awam). Jadi, kalau deskripsi itu memang yang sebenarnya maka artinya si anak sejak kecil agamanya berbeda dengan agama ayahnya.

Karena akan aneh seandainya ayahnya adalah seorang Katolik tapi menjadi petinggi PGI. Sang ayah inipun ingin Steven “mengikuti jejaknya”, bukan dengan menjadi pendeta, melainkan menjadi Bruder Katolik. Namun dari kekeliruan dalam kisah Steven Indra Wibowo ini tentang tahapan & syarat menjadi Bruder, sebagaimana akan dibeberkan disini, itu mengindikasikan bahwa ia bukan hanya tak paham tapi juga tak pernah melalui tahapan menjadi Bruder ataupun Frater (keduanya berbeda secara definisi). Maka, sebagaimana dikisahkan di Republika: “Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, sejak usia dini ia sudah digembleng untuk menjadi seorang bruder. Oleh sang ayah, Indra kemudian dimasukkan ke sekolah khusus para calon bruder Pangudi Luhur di Ambarawa, Jawa Tengah. Hari-harinya ia habiskan di sekolah berasrama itu.

Pendidikan kebruderan tersebut ia jalani hingga jenjang SMP.” Dari deskripsi tersebut, seolah-olah ingin dikatakan bahwa “pendidikan kebruderan” sudah dimulai sejak SD (atau malahan TK/Playgroup). Ini adalah sebuah deskripsi yang ngawur. Perlu dipahami bahwa seorang Katolik yang ingin menjadi calon Bruder, bukan dengan mengikuti proses akademis formal sejak SD, melainkan baru boleh mendaftar jika minimal sudah SMU/sederajat. Karena pendidikan/”formasio” calon Bruder dilakukan dengan mengikuti kegiatan rutin tertentu di Biara komunitas masing-masing atau di tempat-tempat khusus lainnya, bukan di sekolah formal walaupun sekolah tersebut dikelola oleh para Bruder.

[Note: bedakan antara istilah “pendeta” dan “pastor”. Di Indonesia, kalau berbicara tentang pemuka agama Kristen (Katolik maupun Protestan), maka yang namanya “pendeta” itu selalu hanya pemuka agama Protestan, sementara pemuka agama Katolik sebutannya selalu “pastor” (walaupun di banyak daerah dikenal juga dengan sebutan “Romo” maupun “Pater”). Walaupun ada sebagian pemuka agama Protestan yang menggunakan juga sebutan “pastor” tapi sebaliknya tak ada pemuka agama Katolik yang disebut dengan “pendeta”.] Kita lanjutkan ke narasi berikutnya: “Setamat dari Pangudi Luhur saya harus melanjutkan ke sebuah sekolah teologi SMA dibawah yayasan Pangudi Luhur.” Entah apa yang dimaksudkan Steven dengan menyebut “sebuah sekolah teologi SMA”, apalagi mengatakannya sebagai suatu keharusan. Terminologi “sebuah sekolah teologi SMA” ini tidak dikenal di lingkungan Katolik. Pelajaran teologi di tingkat SMA tidak diberikan di sekolah Katolik umum, tapi di Seminari Menengah. Ini adalah sekolah khusus calon Pastor (tapi bukan sekolah calon Bruder), tingkatan paling awal, yang ditempuh selama 4 tahun.